Nepotisme Jalan Termudah Memperlancar Korupsi Dan Kolusi

 

Tridayanews.com|Kediri-Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan good governance disuatu lembaga pemerintahan desa.
Manfaat dari keterbukaan informasi publik itu sendiri antara lain meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan desa tersebut serta yang paling utama mengurangi praktek korupsi.

Bacaan Lainnya

Dan implementasi keterbukaan informasi publik di Indonesia sudah diatur dalam undang-undang nomor 14 tahun 2008 yaitu tentang keterbukaan informasi publik dan mengatur bahwa badan publik memiliki tanggung jawab untuk menyediakan informasi publik yang akurat, faktual dan tidak menyesatkan serta harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga pengawas terkait.

Namun anehnya masalah itu selalu ada dalam instansi atau lembaga yang mengelola dana dari pemerintah. Seperti yang marak terjadi di pemerintahan desa akhir-akhir yaitu tentang masalah dana reward/dana intensif/dana prestasi.

Dana reward tahun 2023 sengaja digelontorkan untuk desa yang dianggap memiliki kinerja terbaik dan dikhususkan untuk ketahanan pangan atau penanganan bencana alam dan non alam dan diutamakan untuk bencana El Nino beserta dampaknya yang meliputi kekeringan dan sulitnya air bersih, penurunan produktivitas pertanian dan wabah penyakit.

Kita juga harus tahu aturan tersebut diatas sudah tertuang dalam undang-undang nomor 28 tahun 2022 pasal 14 tentang tambahan dana reward yang diberikan kepada desa yang dianggap memiliki kinerja terbaik dan diperuntukkan untuk kegiatan tersebut diatas.

Salah satu penerima dana reward tahun 2023 adalah desa Bobang kecamatan Semen Kabupaten Kediri, yang pagunya mencapai Rp 139.642.000. Namun sayang dana reward tersebut teralokasi tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

Ini terbukti dari pantauan tim awak media Rabu siang tanggal 15 Januari 2025, ditemukan beberapa prasasti pengalokasian dana reward tersebut. Sayangnya dana yang diperuntukkan untuk kegiatan yang tercantum dalam undang-undang nomor 28 tahun 2022 tersebut malah digunakan untuk beberapa kegiatan antara lain:
*Peningkatan sarana gedung Rp 33.477.700
*Pembangunan gedung paud dusun kembangan Rp 80.018.300
*Rehab gedung TK Bobang 1 dusun Tawangsari Rp 8.187.000
Jumlah kegiatan tersebut Rp 121.683.000

Sedangkan kegiatan tersebut bisa dianggarkan dari dana desa(DD). Dan kegiatan yang teralokasi dan sesuai dengan undang-undang yang ada cuma senilai Rp 14.358.000, yaitu untuk pembangunan TPT di dusun kembangan desa Bobang.
Dari dana Rp 139.642.000 dan teralokasi Rp 136.041.000, masih ada sisa Rp 3.601.000 kemana..??

“Saya kurang faham mas, kalau masalah dana itu untuk yang njenengan sebutkan itu, yang saya tahu ada dana ya kita alokasikan.” Ujar beberapa staf dan sekretaris desa yang tak lain putra Lurah desa Bobang tersebut.

Joko Siswanto selaku lembaga pengawas LPRI juga menyayangkan kegiatan yang terjadi tentang dana reward di desa Bobang itu
“Semua dana yang digelontorkan pemerintah untuk desa sudah ada aturannya dan tercantum dalam undang-undang, jadi jangan seenaknya mengalokasikan dana yang ada, dan perlu digarisbawahi semua dana diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat bukan kesejahteraan kepala desa, para staf desa ataupun kerabatnya, apalagi yang menjabat sekretaris desa Bobang ini anak dari Lurahnya.” Ucap Joko sedikit emosi

“Seorang sekretaris desa anak dari Lurah, ini bisa dikatakan nepotisme, sedangkan nepotisme sangat mungkin mengarah ke korupsi dan kolusi. Padahal itu juga ada dalam pasal 1 angka 5 UU 28/1999 tentang nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. Dan penyelenggara negara yang melakukan nepotisme dapat dipidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun serta denda paling sedikit 200 juta dan paling banyak 1 miliar, aturan itu tertuang dalam pasal 22 UU 28/1999.” Lanjut Joko panjang lebar.

Untuk monitoring dan inspektorat seharusnya mempunyai model pengawasan sendiri untuk mendeteksi penyelewengan dana desa sejak dini, jangan sebatas pemberkasan saja.

Sampai berita ini dirilis pihak kecamatan/Inspektorat belum terkonfirmasi.(Bersambung)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *