Tridayanews.com Rokan Hilir -Aktivitas pertambangan diduga tanpa izin resmi galian c (tanah urug) semakin marak di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Salah satu lokasi yang ditemukan diduga beroperasi tanpa izin lengkap ditemukan di Banjar XII RT 010 RW 005, Kelurahan Banjar XII, Kecamatan Tanah Putih, Rohil.
Ditemukan aktifitas Galian C (tanah urug) di jln lintas Sedinginan tepatnya di jalur 2 kelurahan Banjar Xll RT 010 RW 005 Kecamatan Tanah Putih Rohil, terpantau Kondisi itu tim Investigasi (awak media) di duga tanpa mengantongi izin resmi. ketika di datang tim awak media ingin silaturrahmi sekalian ingin memper tanyakan terkait legalitas aktifitas di lokasi, malah di usir oleh pengawas lokasi galian c (tanah urug) tersebut yang tidak sudi menyebutkan namanya patut diduga telah mengangkangi uu no 40 tahun 1999 tentang pers, Rabu (26/3/2025)
Menurut dugaan tim awak media, usaha ini mirip dengan usaha ilegal sedangkan tim saat turun ke lokasi atas izin inisial H J SH MH diduga yang pemilik galian c (tanah urug) melalui telepon selulernya Rabu (26/3) malah yang di jumpai sesuai arahan meng intimidasi bahkan mengusir tim awak media dari titik temu (kantin) oleh seseorang diduga orang lapangan lokasi tersebut namun temuan yang didapat didukung penemuan beberapa peralatan yang memiliki ciri ciri dibidang peralatan usaha galian c (tanah urug). Seperti exkapator di gudang yang ada di bekas galian c (tanah urug) tersebut.
“Diduga usaha ilegal dibidang galian c tanah urug”, konon katanya diduga yang di miliki inisial H J SH MH yang tinggal di kelurahan Banjar Xll .
” Lagi dan lagi” Dari hasil investigasi tim awak media, bisnis tersebut diduga milik seorang pria berinisial H J, yang memiliki gelar SH. MH, seorang yang seharusnya memahami aspek hukum, termasuk regulasi mengenai pertambangan ilegal dan perizinan yang harus dipenuhi. Namun, saat dikonfirmasi, inisial H J menyatakan bahwa perizinan bukan tanggung jawabnya.
“Itu bukan urusan saya, itu masalah pertanggung jawaban PT. AKM. Saya hanya menyediakan lahan (tempat) ,” ujar H J.
Dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, tanah yang diambil dari lokasi ini diduga dijual ke PT. PHR, sesuai pernyataan lisan inisial H J diatas sedangkan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, mengingat BUMN seharusnya memiliki standar ketat dalam memilih pemasok material agar tidak terlibat dalam aktivitas ilegal.
Aktivitas galian c (tanah urug) yang tidak terkontrol ini menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi lingkungan maupun masyarakat sekitar. Beberapa dampak yang dirasakan masyarakat antara lain:
Kerusakan Lingkungan, Eksploitasi tanah secara berlebihan tanpa kajian lingkungan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem, mengurangi kesuburan tanah, serta berpotensi menimbulkan bencana seperti longsor, yang paling di khawatirkan terjadinya kecelakaan di areal lokasi galian c (tanah urug) yang berlokasi di jalan lintas kantor kecamatan Tanah Putih di Sedinginan tersebut.
Polusi Udara dan Gangguan Kesehatan akibat
debu dari aktivitas galian ini mencemari udara di sekitar, mengganggu pernapasan warga sekitar, serta mengurangi jarak pandang yang dapat membahayakan pengguna jalan.
Bahaya di Jalan Raya akibat Tanah yang tercecer di jalan menyebabkan permukaan jalan menjadi licin saat hujan dan berdebu saat cuaca panas, meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas.
Keberadaan tambang ilegal merugikan para pelaku usaha yang patuh terhadap aturan. Mereka yang telah mengurus izin dan memenuhi regulasi merasa dirugikan oleh praktik ilegal yang tetap dibiarkan.
Masyarakat mulai mempertanyakan mengapa aktivitas tambang ilegal di Rohil seolah dibiarkan tanpa tindakan tegas dari Aparat Penegak Hukum (APH). Patut diduga Apakah ada pembiaran atau bahkan dugaan permainan antara oknum tertentu dengan pelaku usaha ilegal?
Masyarakat berharap ada tindakan tegas dari pihak berwenang untuk menertibkan aktivitas ini. Jika dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang akan rusak, tetapi juga ketertiban hukum yang akan tergerus.
Pemerintah daerah dan instansi terkait diharapkan segera melakukan investigasi, serta menindak tegas pelaku usaha yang melanggar aturan. Jika dibiarkan, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola pertambangan dan kepatuhan hukum di daerah Riau, khususnya di Rokan hilir.
(Red Tim)